PERTANIANNEWS.COM – Keputusan kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah oleh pemerintah dapat menyelamatkan petani dari tengkulak.
Dari sisi produksi, saat ini petani sedang semangat menanam, sehingga kenaikan HPP dapat mendorong produktivitas tersebut sekaligus meningkatkan pendapatan mereka.
Namun, di sisi lain, ancaman dari tengkulak masih perlu diperhatikan.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mengatakan hal tersebut di Jakarta, Senin (20/1/2025).
Baca Juga:
Sapi Jumbo, Swasembada, dan Mimpi Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, di Boyolali Jawa Tengah
Wamentan Sudaryono Sulap Expo Sapi Boyolali Menjadi Revolusi Kemandirian Peternakan Nasional
Cadangan Nasional Tembus 3,7 Juta Ton, Indonesia Pertimbangkan Ekspor Beras ke Malaysia
“Presiden Prabowo sudah memberikan keputusan harga gabah HPP-nya kita naikkan dari Rp6.000 ke Rp6.500.”
“Nah, ini ada beberapa daerah yang lebih rendah dari Rp6.500, kita langsung datangi, kita tanya apa masalahnya.”
“Jangan sampai tengkulak ini jadi kompeni baru, saya selalu mengatakan begitu,” kata Sdaryono.
“Kita sedang banyak keliling ke daerah untuk memastikan harga pembelian gabahnya harus bagus.
Baca Juga:
‘Markas Satria Baja Hitam’ di Tengah Lahan Sawah Karawang yang Dikunjungi Wamentan Sudaryomo
Menjajaki Kerja Sama Komoditas Daging, Inilah 3 Syarat yang Diajukan oleh Indonesia untuk Argentina
“Namun, tengkulak itu, bagaimana dia tidak ikut menanam, tidak ikut memupuk, tidak ikut ke sawah.”
“Hanya beli, tetapi dia mengambil untungnya paling banyak. Saya kira itu salah satu program besar yang kita laksanakan,” ujar dia.
Menurutnya, kenaikan HPP gabah juga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
Mengingat saat ini, profesi sebagai petani masih menjadi penyumbang kemiskinan tertinggi di Indonesia.
Baca Juga:
Harga Beras Dunia Anjlok: Thailand, Vietnam, dan Kamboja Ketar-ketir, Indonesia Cetak Rekor Produksi
Sudaryono juga menyampaikan bahwa saat ini Kementan tengah fokus menyesuaikan anggaran.
Untuk mendukung swasembada pangan sesuai arahan Presiden Prabowo untuk tidak mengimpor beras di tahun 2025.
“Kita sudah ditargetkan oleh Presiden, tidak boleh impor beras di tahun 2025.”
“Tidak impor beras, jagung, gula konsumsi, dan tidak impor garam konsumsi.”
“Sehingga kita melakukan segala daya upaya, termasuk menyesuaikan anggaran, kita fokus kepada satu, yakni swasembada pangan itu.”
“Kita mulai dulu dari beras dan jagung, kita bereskan, nanti kita pelan-pelan,” ucapnya.
Ia juga menekankan bahwa proyek strategis nasional food estate adalah sebuah keniscayaan, di mana saat ini Kementan tengah fokus membuka lahan di daerah rawa.
“Kita ini kan penduduknya tambah banyak, lahan pertanian tambah makin lama, ada yang dipakai untuk pabrik, untuk apa, dan lain sebagainya.”
“Nah itu mau enggak mau kita harus ada pembukaan lahan baru di daerah-daerah yang lebih banyak rawa.”
“Karena kalau rawa itu enggak perlu mikir air, sudah ada airnya, kalau di gunung-gunung, di mana-mana kan kadang susah harus bikin irigasi dan seterusnya,” tuturnya.***